Sampah merupakan masalah lingkungan yang klasik dihadapi oleh pemerintah daerah, terutama di daerah perkotaan yang tingkat intensitas buangan sampahnya sangat tinggi. Sebagai wujud untuk terus berkomitmen dalam pemanfaatan sampah/waste menjadi sumber energi, PIAT UGM bekerjasama dengan Departemen Teknik Kimia UGM mengadakan Focus Group Discussion (FGD) dengan tema Permasalahan dan Solusi Pengelolaan Sampah Kota. FGD tersebut merupakan rangkaian dari acara 1st Annual Symposium on Solid Waste Refinery (1st ANSWER) yang diselenggarakan di Heritage Place, Yogyakarta, pada tanggal 7 November 2018. “Pada FGD kali ini, kami tidak hanya melibatkan akademisi, tetapi juga instansi pemerintah dan praktisi karena diharapkan hasil dari diskusi ini akan menghasilkan solusi untuk mengatasi permasalahan sampah khususnya di Yogyakarta”, ucap Chandra Wahyu Purnomo, S.T., M.Eng., D.Eng selaku ketua Indonesia Solid Waste Forum (ISWF) ketika membuka FGD tersebut. “Hal ini dikarenakan riset yang dilakukan oleh para akademisi tidak akan bermanfaat jika tidak bisa diimplementasikan ke lingkungan”, imbuhnya.
“Meskipun sudah mengalami perluasan 2,3 hektar dari luasan sebelumnya (12,5 hektar), kondisi TPA Piyungan sudah sangat mengkhawatirkan karena ketinggian sampah sudah mencapai 27,5 meter dan diprediksi kapasitas akan penuh di tahun 2019”, pembicara pertama, Ir. Rani Sjamsinarsi, M.T., memberikan data aktual terkait kondisi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan, Bantul. Beliau memang sudah pensiun sebagai PNS dari Departemen Pekerjaan Umum, tetapi kini diperbantukan di Tim Percepatan Pelaksanaan Program Prioritas Pembangunan DIY. “Masalah sampah ini harus diselesaikan dari hulu ke hilir, tidak hanya bergantung ke pemerintah, tetapi masyarakat harus mampu berkomitmen untuk merubah budaya yang sudah ada” Beliau menjelaskan lebih lanjut.
Budaya yang dimaksud adalah mau memilah sampah mulai dari tingkat rumah tangga karena karakteristik sampah yang semakin beragam, sehingga sampah bisa diolah menjadi energi. Sebagai contoh, sampah plastik di TPA Piyungan memiliki presentasi 10% dari total 500 ton sampah per hari atau sekitar 50 ton setiap harinya. “Sampah plastik ini apabila dikelola dengan teknologi yang tepat, yaitu pirolisis, bisa menjadi minyak yang dapat digunakan sebagai bahan bakar”, Dr.Eng. Mochamad Syamsiro dari Universitas Janabadra memberikan penjelasan. “Selain itu, dalam skala besar sampah dapat dikelola di PLTSa menjadi sumber energi berupa listrik”, lanjutnya. Dr. Prabang Setyono, M.Si. dari Universitas Sebelas Maret juga menyetujui manfaat dari memilah sampah mulai dari skala rumah tangga. Menurutnya, limbah pospak (popok sekali pakai) yang mengandung gel di dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai filter peredam suara.
Pembicara terakhir pada FGD kemarin adalah Tenno Sujarwanto, M.B.A, yang merupakan komisaris dari PT. Nani Wahyuni Abadi. Menurutnya, hasil pengelolaan sampah harus bisa mendatangkan keuntungan yang mampu meningkatkan perekonomian Indonesia. “Gunungan sampah yang ada di TPA saat ini harusnya dapat dikelola lebih efisien sehingga bisa memberikan pemasukan bagi kas daerah’, terangnya.