Model Integrated farming dikembangkan oleh KP4 UGM dengan beberapa kajian lebih mendalam melalui: ICM (Integrated Crop Management atau Pengelolaan tanaman terpadu), INM (Integrated Nutrient Management atau pengelolaan hara terpadu), IPM (Integrated Pest Management atau pengelolaan terpadu) dan IMM (Integrated Soil Moisture Management atau pengelolaan air terpadu). Upaya pengembangan Agribisnis berbasis Pertanian Terpadu di KP4 diharapkan mampu menjadi usaha bisnis yang memanfaatkan ilmu pengetahuan dan penelitian dapat dilakukan secara profesional. Untuk itu, pemberdayaan 6M (man, money, material, method, management, machine) terus diupayakan agar pendaya-gunaan KP4 oleh seluruh stakeholder dapat lebih optimal.
MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN TERPADU
Pertanian terpadu merupakan sistem yang menggabungkan kegiatan pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan dan ilmu lain yang terkait dengan pertanian dalam satu lahan, sehingga diharapkan dapat sebagai salah satu solusi alternatif bagi peningkatan produktivitas lahan, program pembangunan & konservasi lingkungan serta pengembangan desa secara terpadu. Diharapkan kebutuhan jangka pendek, menengah dan panjang petani berupa pangan, sandang dan papan akan tercukupi dengan sistem pertanian berbasis agroforestry ini. Hasil pertanian dan perikanan diharapkan mampu mencukupi kehidupan jangka pendek, sedangkan hasil peternakan dan perkebunan dapat dimanfaatkan untuk kehidupan jangka menengah. Penjualan hasil kebun dan hasil hutan rakyat sekarang dipercaya mampu mencukupi kebutuhan membayar biaya sekolah, rumah sakit, hajatan sunatan, mantenan dan kebutuhan jangka panjang lain. Dengan demikian, sistem agroforestry mampu memberikan pendapatan harian, bulanan, tahunan maupun dekade-an bagi petani.
Praktek pertanian terpadu melalui agroforestry sebenarnya sudah tidak asing lagi bagi petani di lahan kritis, bahkan kadang hanya dianggap sebagai istilah baru bagi praktek lama yang lebih bersifat mono-disipliner tersebut. Pendekatan menyeluruh agar pengelolaan sumber daya alam dapat berkelanjutan menuntut keseimbangan antara produksi dan konservasi lingkungan yang hanya dapat didekati secara multidispliner lewat paradigma baru agroforestry yang menuntut partisipasi antar pihak. Agroforestry telah menjadi trade mark di daerah tropis, sehingga banyak negara maju yang berasal dari negara non-tropis yang belajar di negara tropis, termasuk Indonesia.
Banyaknya bencana banjir, kekeringan, longsor dan bencana alam lain telah mendorong pendidik dan praktisi pertanian terpadu agar dapat mengemas aspek siklus produksi petani, kondisi sosial-ekonomi, bio-fisik, politik, kebijakan lokal-nasional-internasional, dampak mata pencaharian penduduk, produktivitas lahan, kelestarian lingkungan, serta analisis resiko maupun sistem tukar tambah dalam memberikan solusi terbaik bagi pembangunan nasional. Degradasi lahan yang mencapai 2,8 juta hektar pertahun dan saat ini lahan rusak di Indonesia yang mencapai 59 juta hektar menyediakan sarana bagi implementasi sistem agroforestry dan pertanian terpadu ini agar kerugian material dan immaterial tersebut tidak semakin membesar, bahkan bisa diubah menjadi lahan produktif yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Model Integrated farming dikembangkan juga oleh KP4 UGM dengan beberapa kajian lebih mendalam melalui: ICM (Integrated Crop Management atau Pengelolaan tanaman terpadu), INM (Integrated Nutrient Management atau pengelolaan hara terpadu), IPM (Integrated Pest Management atau pengelolaan hama terpadu) dan IMM (Integrated Soil Moisture Management atau pengelolaan air terpadu) (Agus 2006b)
Pertanian terpadu
Gambar 1. Konsep pengembangan agribisnis unggulan berbasis pertanian terpadu di KP4 UGM
Pengelolaan tanaman terpadu (ICM) dilakukan dengan pola agro-forestri yang memadukan berbagai jenis tanaman pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan. Penggunaan hara secara efisien, membutuhkan keseimbangan antara unsur hara yang ditambahkan melalui pupuk kimia ke dalam tanah dan yang lepas tersedia selama degradasi bahan organik di tanah oleh mikroorganisme. Aspek aktivitas biologi tanah yang berkontribusi dalam menekan hama-penyakit dan peningkatan efisiensi pemnafaatan hara oleh tanaman juga sangat penting untuk system produksi pertanian yang menguntungkan dan ramah lingkungan (Abbott and Murphy, 2003). Stabilitas struktural dari ruang habitat dan suplai limbah organik dan bahan organik tanah yang cukup adalah dasar utama untuk meningkatkan kesuburan biologi tanah. Pengelolaan hara terpadu (INM) dilakukan dengan cara keterpaduan dan pemberdayaan siklus hara, pupuk hayati (pupuk hijau), pupuk kompos (pupuk kandang), dan pupuk kimia. Fermentasi 1 unit kotoran ternak (12 ekor sapi) dengan menggunakan digester ini diharapkan akan menghasilkan pupuk cair sebanyak 180 kg/hari dan energi gas-bio yang cukup untuk memanaskan kompor selama 12 jam. Produksi padi dengan aplikasi pertanian terpadu berupa keseimbangan antara pupuk organik dan kimia di KP4 UGM telah menaikkan panen padi meningkat sebanyak 30-50%, dari 5-6 ton/ha menjadi 7,6-8 ton/ha (Agus, 2006a).
Pengelolaan hama terpadu (IPM) dilakukan dengan pemanfaatan biopestisida untuk pengelolaan hama dan penyakit dikombinasikan dengan pestisida kimia, maupun pemanfaatan ternak untuk pengendalian gulma. Pengelolaan air terpadu (IMM) dilakukan dengan cara irigasi teknis, irigasi non-teknis, tadah hujan, selokan, genangan bergilir, sistem surjan maupun sumur pompa, sehingga mampu menyediakan air diluar musim tanam konvensial, sehingga justru bisa panen dan mendapat harga komoditi yang lebih tinggi.