PERINGATAN Hari Lingkungan Hidup Sedunia kembali diperingati secara internasional setiap tanggal 5 Juni. Peringatan ini membawa pesan kepada seluruh penghuni bumi untuk ikut bertanggung jawab dan berkontribusi nyata pada kelestarian lingkungan hidup.
Indonesia dikenal mempunyai kekayaan sumber daya alam melimpah, sehingga dikenal sebagai ’jamrud kathulistiwa’ dan ’tanah surga’. Negeri ini mampu memberi lingkungan dan kebutuhan kehidupan bagi seluruh makluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Namun karena diperoleh sebagai warisan gratis tanpa harus membuat atau membelinya, maka pengelolaan sumber daya alam yang berupa lahan, air, tambang, hutan, udara, keaneka ragaman hayati, lingkungan dsb, menjadi kurang terkelola dengan baik.
Pembangunan nasional Indonesia dibangun dengan menguras habis seluruh kekayaan alam dengan mengandalkan modal, teknologi dan SDM bantuan asing, tanpa berupaya membangun kemandirian serta keberlanjutan untuk kelangsungan hidup yang indah, nyaman, dan bermartabat. Bangsa Indonesia hanya bertindak seolah-olah sebagai juragan besar yang berharap mendapatkan kehidupan mewah dari warisan kekayaan sumber daya alam yang justru semakin habis.
Ekspoitasi alam yang berlebihan telah mengakibatkan bumi kita mengalami kerusakan hebat sehingga lingkungan dan kehidupan penghuni bumi ikut menjadi rusak. Padahal, bumi merupakan satu-satunya planet kecil dari gugusan planet dalam sistem tata-surya, yang mampu sebagai tempat hidup bagi seluruh makhuk hidup di jagat raya ini.
Kerusakan bumi sudah sangat kita rasakan secara nyata, namun belum memberikan kesadaran kolektif, holistik, integratif dan komprehensif. Perlu mitigasi bersama dan terpadu serta menyeluruh, sehingga bukan hanya untuk kepentingan sendiri yang justru merusak kepentingan bersama. Perlu partisipasi dan penanganan secara serius dan menyeluruh oleh seluruh penghuni planet bumi ini. Kita harus hidup harmoni dengan bumi, serta selalu merawatnya.
Pada bulan Februari 2014 lalu, telah terjadi cuaca ekstrim yang mengakibatkan belahan bumi utara menjadi sangat dingin (-50oC) sedangkan belahan selatan sangat panas (+50oC). The US Climate Prediction Center memperkirakan potensi yang lebih besar terjadinya fenomena El-Nino pada awal musim panas ini, yang diperkirakan mulai Agustus 2014.
Diperkirakan terjadi peningkatan fluktuasi cuaca dan badai ekstrim yang akan melebihi dampak tahun 1997-1998, yang telah menewaskan sekitar 23.000 orang dan menyebabkan kerusakan lebih dari USD 33 miliar. Laporan terbaru tentang perubahan iklim dari Panel Antar-Pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC), yang dirilis pada 31 Maret 2014, membuktikan risiko kesehatan yang timbul dari perubahan iklim, untuk mengurangi 2.500.000 kematian pertahun akibat pemanasan global.
Bumi telah memberi servis lingkungan dan kebutuhan hidup kepada seluruh makluk hidup di bumi dengan cuma-Cuma. Namun manusia sebagai khalifah bumi ini justru telah merusak instalasi raksasa bumi dalam menyediakan oksigen, air, pangan, pakan pupuk, obat, temperatur dan sumber kehidupan lain.
Dengan peningkatan jumlah penduduk dunia, yang menurut Badan Kependudukan PBB, telah mencapai 6 miliar jiwa pada tanggal 12 Oktober 1999, 7 miliar jiwa pada tanggal 19 Oktober 2012. Diperkirakan akan meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025, maka tekanan kerusakan terhadap bumi, terutama di negara-negara berkembang semakin berat.
Tradisi Merti Bumi yang berkembang di masyarakat tradional telah banyak dilakukan pada masa lampau. Namun telah mulai menghilang terdesak oleh budaya instan dan modern yang justru semakin merusak bumi kita. Tradisi ini tumbuh sebagai ungkapan rasa syukur dan manunggaling Kawula Gusti dan alam. Peran pemerintah, swasta, perguruan tinggi, LSM dan seluruh lapisan masyarakat perlu dikontribusikan secara nyata untuk melakukan Merti Bumi bersama-sama dan menyeluruh. Karena menyelamatkan bumi kita satu-satunya ini, berarti kita juga menyelamatkan awal, proses dan akhir kehidupan kita secara nyaman dan berkelanjutan.
Program ‘Bumi Biru’ dengan mengembangkan konsep pembangunan berkelanjutan. Melalui penataan tata ruang biru, kampus/kota/desa biru, air segar, udara biru, pangan sehat, energi biru. Juga ekonomi biru, lingkungan asri, harmoni lingkungan kehidupan, dan masyarakat sejahtera merupakan langkah pasti untuk membangun lingkungan dan kehidupan bermartabat.
(Prof Dr Cahyono Agus. Guru Besar Fakultas Kehutanan UGM)