Ketahanan pangan menjadi salah satu isu strategis dalam pemenuhan konsumsi masyarakat Indonesia. Tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan menjadi semakin besar sebab melibatkan banyak sektor, bukan hanya pertanian tetapi juga ekonomi, sosial, hingga politik. Perbedaan cara budidaya dan jenis makanan pokok antar daerah juga mempengaruhi ketersediaan komoditas pangan yang akan dikonsumsi.
Pada Kamis (05/09), Talkshow Nasional Agrifest 2024 menjadi forum diskusi khususnya sektor pertanian yang mempertemukan para pakar dan praktisi. Forum ini membahas langkah strategis yang dapat ditempuh untuk menanggulangi permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Acara ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai kalangan, seperti akademisi, mahasiswa, petani, kelompok wanita tani, siswa SMK, pegiat bisnis, hingga masyarakat umum. Sesi pertama bertajuk “Menguatkan Program Ketahanan Pangan untuk Mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045”, menghadirkan tiga narasumber diantaranya Suharno, S.P., M.P dari Polbangtan Yogyakarta, Prof. Dr. Jamhari, S.P., M.P dari Fakultas Pertanian UGM, dan Wiyanto Sudarsono dari PT Pupuk Indonesia.
Di materi pertama, Suharno menyoroti pentingnya optimalisasi produktivitas tanaman sebagai pondasi menuju ketahanan pangan yang lebih kuat. Ada 3 faktor yang mempengaruhi produktivitas yakni benih unggul, pemupukan berimbang, dan perawatan yang intensif. Pemilihan benih unggul akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang sehat, seragam, dan tidak mudah terserang hama penyakit. Pemberian pupuk dan booster sesuai takaran dan kebutuhan jenis tanaman akan mendorong pertumbuhan buah. Selain itu, memanfaatkan lahan pekarangan sebagai area budidaya dapat menjadi solusi alternatif untuk membantu memenuhi kebutuhan pangan. Melalui pemanfaatan lahan pekarangan, masyarakat dapat menanam berbagai jenis tanaman seperti sayuran, buah-buahan, dan rempah. Masyarakat dapat mencoba memulai berbudidaya dengan tanaman yang tergolong mudah perawatannya.
Pada materi kedua, Wiyatno menyampaikan pupuk menjadi kebutuhan utama sekaligus masalah utama dalam pertanian. Kendala yang dihadapi datang dari berbagai faktor, seperti pada pendataan petani, kecepatan mengirim pupuk dari perusahaan yang berwenang, penyebaran pupuk bersubsidi, hingga harga pupuk non subsidi yang tergolong mahal. “Pupuk jadi salah satu masalah utama dalam dunia pertanian. Permasalahan pupuk bersubsidi ada di regulasinya yang sangat ketat. Satu pupuk subsidi diatur oleh 6 Kementerian. Adapun syarat untuk mendapat pupuk bersubsidi yaitu petani hanya yang mengelola lahan tidak lebih dari 2 hektar, tergabung dalam kelompok tani, dan terdaftar e-RDKK”, jelasnya.
Kendati demikian, Wiyatno menegaskan bahwa petani berhak mendapatkan pupuk bersubsidi. Dengan harga yang murah yakni 1/3 dari harga pupuk komersil, saat ini regulasi tentang petani dalam mengakses pupuk bersubsidi juga dibuat lebih mudah dan ringkas dibanding dengan regulasi yang sebelumnya. Petani hanya perlu menunjukkan bukti KTP dan foto diri saat membeli pupuk bersubsidi tersebut. Hal ini perlu diselaraskan kepada seluruh petani, sebab jika tanaman tidak dipupuk dapat dipastikan hasilnya tidak optimal.
Sebagai penutup, Prof. Jamhari mengungkapkan pentingnya kolaborasi dan sinergi dari para pemangku kepentingan. Keterlibatan industri benih, pupuk, permodalan, mesin, hingga peran dari perguruan tinggi menjadi salah satu faktor terwujudnya ketahanan pangan nasional. “Bentuk sinergi dengan komunitas harus kita perkuat. Dalam 5 tahun terakhir, ketahanan pangan diukur dengan 3 hal, ketersediaan, akses, dan pemanfaatannya. Dari segi akses dan pemanfaatannya kita naik, namun ketersediaannya turun. Kita dihadapkan pada kondisi pangan yang bermasalah, salah satunya peningkatan impor”, ujar Prof. Jamhari.
Ia menambahkan kehadiran lembaga seperti koperasi pertanian juga dapat menjadi wadah bagi para petani untuk berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya. Sayangnya, berdasarkan data tingkat keaktifan petani dalam lembaga koperasi hanya sebesar 4%. Bahkan keaktifan petani sebagai anggota kelompok tani hanya pada angka 30%. Padahal keberadaan koperasi dapat menjembatani petani dalam memperluas pasar, mendapatkan modal, sarana produksi, hingga menjalin kemitraan. Berkaitan dengan hal tersebut, perlunya upaya edukasi dan pendampingan yang lebih intensif. Pemberian pelatihan yang bisa memperkuat kapasitas petani harus menjadi perhatian khusus dari tingkat pemerintah, akademisi, maupun lembaga swasta.
Melalui sesi talkshow nasional ini diharapkan dapat mendukung tercapainya tujuan SDG 1: Tanpa Kemiskinan, SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan, SDG 16: Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, dan SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan.