Ilmu yang didapatkan oleh siswa di kelas diharapkan dapat diimplementasikan oleh siswa di lingkungan tempat tinggalnya mengingat mereka adalah calon agen perubahan di tengah masyarakat. Untuk itu, PIAT UGM mencoba untuk memfasilitasi kegiatan research camp bagi 59 siswa-siswi SMP IT Alam Nurul Islam kelas 7 yang telah selesai dilakukan pada minggu lalu (8/2). Para siswa dibagi menjadi 14 kelompok untuk melakukan observasi di beberapa spot yang ada di PIAT UGM, yaitu bank genetika sayuran, peternakan sapi perah, lahan organik, kebun anggrek, pembibitan ikan air tawar, serta rumah inovasi daur ulang. Melalui bimbingan staf lapangan PIAT UGM, siswa-siswi melakukan observasi dengan melakukan pengamatan langsung dan juga diskusi.
Rilis Berita
Selasa (24/1) PIAT mendapatkan kunjungan dari dosen dan tenaga kependidikan Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta. Mengingat status UNS yang juga menjadi salah satu Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) di Indonesia, kunjungan ini sekaligus menjadi kegiatan benchmarking Prodi Agroteknologi untuk mempelajari best practice pengelolaan unit penunjang yang bergerak di bidang pertanian secara luas.
Kunjungan kerja dari UNS tersebut dipimpin oleh Kepala Prodi Agroteknologi, Dr. Ir. Parjanto, M.P, dibersamai dengan 34 dosen, 1 staf administrasi, dan 5 laboran. Dalam sambutannya, Dr. Parjanto menyampaikan bahwa kunjungan ke PIAT selain untuk belajar tentang pengelolaan PTN-BH juga untuk berdiskusi peluang kerjasama yang bisa dilakukan antar kedua instansi.
Lingkungan kampus adalah salah satu tempat yang berpotensi tinggi dalam menghasilkan sampah. Sejalan dengan meningkatnya jumlah sivitas akademik, jumlah sampah yang dihasilkan pun akan bertambah dan apabila tidak segera ditangani akan menimbulkan permasalahan baru. Kewajiban melaksanakan pemilahan sampah sendiri telah diatur oleh pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 pasal 13 tentang Pengelolaan Sampah.
Sejalan dengan hal tersebut, Jumat (13/1) beberapa dosen dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta berkunjung ke PIAT UGM untuk berdiskusi mengenai program yang dapat disusun guna mengelola sampah yang ada di lingkungan kampus.
Tidak bisa dipungkiri, sampah merupakan konsekuensi dari adanya aktivitas manusia. Timbulan sampah akan meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan pola konsumsi masyarakat. Di Yogyakarta, berdasarkan data dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah pada tahun 2021, rata-rata volume sampah yang dihasilkan se-DIY sebanyak 1.133ton setiap harinya, dan 61,12% nya merupakan sampah organik hasil dari kegiatan domestik yang belum memiliki nilai ekonomis.
Pengolahan sampah organik memerlukan teknologi yang tepat agar produk olahannya tidak menghasilkan sampah kembali. Teknologi biokonversi menggunakan maggot lalat Black Soldier Fly (BSF) dapat dimanfaatkan untuk mengonversi materi organik sehingga memiliki potensi ekonomi. Bahkan maggot BSF mampu mendegradasi sampah organik lebih cepat dibanding serangga lainnya. Selain itu, produk yang dihasilkan dari pengolahan sampah organik oleh maggot BSF memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Sebagai contoh maggot BSF dapat menjadi sumber protein yang bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pakan ternak, serta kasgot (bekas maggot) dapat digunakan sebagai solusi alternatif subtitusi pupuk NPK dari pemerintah.
Kamis (5/1), Kepala PIAT UGM bersama Direktur Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) UGM melakukan kegiatan kunjungan kerja ke #SobatPIAT Kopi Kaliasa, Desa Babadan, Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Kopi Kaliasa adalah Kopi “Indikasi Geografis” Kopi Arabika Pegunungan Dieng Banjarnegara yang ditanam pada ketinggian 1.200 Mdpl dengan mayoritas viarietas Lini S 795. Awal penanaman kopi sejak tahun 2010 didasari oleh topografi wilayah Banjarnegara yang dinilai rawan longsor. Dipilihnya kopi sebagai tanaman konservasi dikarenakan selain mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi, komoditas kopi juga memiliki strategis sebagai tanaman konservasi tanah dan air.
PIAT UGM sebagai unit penunjang memiliki peran yang cukup penting dalam mendukung pencapaian tujuan universitas secara keseluruhan. PIAT UGM berfungsi untuk menyediakan layanan, fasilitas, dan dukungan yang diperlukan agar visi, misi, dan tujuan universitas dapat berjalan dan tercapai dengan baik.
Salah satu fungsi yang dimiliki oleh PIAT UGM adalah layanan tridharma yang diwujudkan dalam bentuk Kunjungan Edukasi. Layanan Kunjungan Edukasi merupakan program atau kegiatan yang dirancang untuk memberikan pengalaman belajar khususnya dalam bidang agrokompleks kepada individu atau kelompok. Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan informasi, gambaran konkrit, serta pemahaman yang lebih baik tentang aktivitas di berbagai bidang, fasilitas, dan hasil inovasi yang dimiliki PIAT UGM kepada peserta kunjungan.
Kamis (29/12) Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak melakukan peninjauan lapangan pengerjaan embung di PIAT UGM. Pembangunan embung yang merupakan hibah ini mulai dilakukan sejak 25 Mei 2022 dan masih berlanjut untuk finishing tahap akhir.
“PIAT mengucapkan terima kasih atas hibah embung ini, diharapkan dengan adanya embung, akan meningkatkan tampungan air yang bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian kami, mengingat flagship penelitian UGM saat ini adalah ketahanan pangan”, ucap Dr. Taryono selaku Kepala PIAT saat memberikan sambutan.
Pertemuan Rutin Asosiasi Tempat Pengolahan Sampah Reduse-Reuse-Recycle (TPS3R) Resep Kabupaten Sleman telah terselenggara pada Jumat (23/12), di Kantor Pusat Inovasi Agroteknologi (PIAT) UGM Lantai 2. Sekitar 30 peserta hadir dalam kegiatan ini yakni anggota asosiasi TPS3R Resep, dosen dan mahasiswa Teknik Sipil UGM, serta perwakilan DLHK Provinsi DIY dan DLH Kabupaten Sleman.
Ketua Asosiasi TPS3R Resep, Budi Isro’i menjelaskan kondisi tempat pengolahan sampah di Kabupaten Sleman yang mana terdapat sekitar 33 TPS3R termasuk yang ada di PIAT UGM yaitu Rumah Inovasi Daur Ulang (RINDU). Hampir semua tempat pengolahan sampah tersebut secara umum dikelola secara mandiri, bahkan intervensi pemerintah baru dalam tahap sarana dan prasarana alat transportasi, sementara untuk kegiatan operasional masih sangat mandiri.
Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Badan Perenanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) bekerja sama dengan PIAT UGM pada tahun 2021 untuk menyusun Masterplan Pengelolaan Sampah Kota Yogyakarta. Perkembangan pembangunan di Kota Yogyakarta seiring dengan perkembangan penduduk berpengaruh pada besarnya kuantitas timbulan sampah tiap harinya. Selain besarnya timbulan sampah per hari, kendala terbesar yang dihadapi oleh Kota Yogyakarta dalam hal pengelolaan sampah adalah ketergantungan terhadap keberadaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Regional Piyungan serta keterbatasan lahan untuk lokasi pengembangan pengelolaan sampah. Permasalahan teknis yang paling mendesak adalah berakhirnya usia operasional TPA Regional Piyungan di tahun 2020 lalu. Kemudian, permasalahan non teknis yang muncul berupa kerawanan sosial dan pencemaran lingkungan yang menambah beban bagi pemrosesan akhir sampah.
Lebih dari 50% sampah yang ada di Indonesia adalah sampah organik yang mudah busuk salah satunya adalah sampah sisa makanan atau food waste. Sampah organik atau limbah makanan berasal dari berbagai sumber seringkali langsung digunakan sebagai pakan ternak tanpa dilakukan sterilisasi sehingga beresiko menularnya penyakit manusia ke hewan dan sebaliknya. Di samping food waste, limbah organik yang cukup pelik dihasilkan oleh industri peternakan berupa kotoran hewan (kohe). Industri peternakan ayam dewasa ini berkembang pesat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus meningkat.