Laju pertambahan penduduk yang semakin meningkat, turut berpengaruh pada jumlah sampah yang dihasilkan. Perkembangan industri dan teknologi juga dapat membawa dampak negatif, salah satunya menambah volume, jenis, dan karakteristik sampah yang semakin beragam. Masalah persampahan sudah menjadi masalah yang kritis di Indonesia. Hal ini diperparah dengan semakin banyaknya kota besar yang kehabisan lahan untuk tempat penimbunan akhir, sampai dengan desa dan pulau kecil yang kebingungan mengelola sampahnya. Hal tersebut menyebabkan sampah banyak dibuang ke perairan atau dimusnahkan dengan pembakaran. Meski sudah dilakukan berbagai upaya, penanganan sampah hingga saat ini masih tertumpu di tempat pemrosesan akhir (TPA) atau tempat pembuangan ilegal.
Sampah, bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah saja, namun juga menjadi tanggung jawab masyarakat. Kolaborasi dan gerakan masyarakat dari lingkup paling kecil dapat menjadi solusi dalam menangani permasalahan sampah. Berangkat dari kepedulian agar masyarakat memiliki kesadaran untuk ikut ambil bagian dalam pengurangan dan penanganan sampah, PIAT UGM mengadakan Workshop Olah Sampah Tuntas Menuju Zero Waste pada Selasa (23/8). Kegiatan workshop akan berlangsung selama tiga hari dan berkolaborasi dengan DaurUlang.id serta ResikPlus.
Kegiatan workshop dibuka oleh Dr. Chandra Wahyu Purnomo, M.Eng., D.Eng selaku sekretaris PIAT sekaligus pembicara pertama. Beliau mempresentasikan terkait dengan Sistem Pengelolaan Sampah yang sudah berjalan di Indonesia.
“Proses bisnis pengelolaan sampah sebenarnya sudah diatur dalam UU Nomer 18 tahun 2008, masyarakat sebetulnya hanya diwajibkan untuk mengurangi (dengan cara memilah) sedangkan pengolahan ada di level pemerintahan” Ucap Chandra saat memulai diskusi.
Selain itu, Chandra juga menyikapi perlu adanya kolaborasi antara masyarakat, lembaga swasta, dan juga pemerintah karena pengolahan sampah tidak bisa dilakukan secara parsial harus secara holistik dan berkesinambungan. Sebagai contoh ketika masyarakat sudah berhasil mengolah sampah organik menjadi pupuk, pemerintah harus memikirkan cara mendapatkan off taker untuk memanfaatkan pupuk tersebut.
“Tidak ada satupun obat mujarab untuk solusi pengolahan sampah di Indonesia, harus dilakukan bersama-sama” tutupnya.
Pembicara kedua adalah Dr. Bambang Suwerda, M.Si selaku pegiat Bank Sampah Gemah Ripah, Bantul, yang merupakan pelopor pengelolaan Bank Sampah di Yogyakarta sejak tahun 2008.
“Tujuan bank sampah adalah mengedukasi masyarakat agar dapat mengelola sampah secara mandiri”, Ucap Bambang saat membuka presentasi.
Cara kerja bank sampah ini cukup sederhana. Bank Sampah Gemah Ripah menerima segala macam jenis sampah rumah tangga, baik organik, maupun non-organik. Masyarakat umum dapat menjadi nasabah dengan menyetor sampah jenis apa pun, kemudian berdasarkan jenis sampah dan berat sampah yang disetorkan, dapat menjadi deposito uang yang dapat dicairkan sewaktu-waktu. Sampah-sampah yang diterima ini kemudian akan dipilah kembali oleh Bank Sampah Gemah Ripah.
Sesi selanjutnya adalah sarahsehan mengenai pengelolaan sampah yang dipandu oleh Prof. R.M. Gunawan Sumodiningrat dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM; Bayu Imamtoko dari ResikPlus; dan Yuris Sarifudin dari DaurUlang.id. Pada sesi ini baik peserta dan tamu undangan (Ketua Asosiasi TPS3R Resep Kabupaten Sleman, Bumdes Panggungharjo Kabupaten Bantul, Forum Upcycle Indonesia, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman dan Kota Jogja) saling berdiskusi dan bercerita pengalaman masing-masing tentang tata kelola sampah yang sudah mereka lakukan hingga saat ini.
“Mudah-mudahan dari diskusi ini akan ada kolaborasi nyata, tidak hanya berhenti di konsep saja, karena pengelolaan sampah yang baik adalah tanggung jawab kita bersama”, Ucap Yuris Sarifudin dari DaurUlang.id saat menutup diskusi.